Minggu, 28 Juni 2009

oh mahasiswa

apakah mahasiswa dianggap kurang dewasa???

mungkin kami(mahasiswa) memang belum memiliki kedewasaan yang mutlak itu, tapi sekanak-kanak itukah kami??? sehingga kami tidak dimintai pendapat dalam setiap kebijakan.

kami bukan anak SD lagi, yang harus mengikuti aturan-aturan yang semuanya harus dituruti tanpa ada rasionalisasi, kami butuh kejelasan tentang segala sesuatu, kami bukan manusia-manusia yang sama sekali tidak punya akal pikiran, sehinga kami harus ikut semuanya tanpa ada alasan.

bolehlah...! !, beberapa orang menganggap kami belum profesional, tapi bukan berarti kami tidak mau belajar profesional.

oke... kalau ada yang menganggap kami belum dewasa,, tapi bukan berarti kami tidak memiliki kedewasaan itu. walaupun mungkin cuma "sedikit", tapi kami tetap memiliki hal itu.

kami butuh penjelasan, kami bukan boneka,kami adalah para manusia yang mencari dunia pendidikan yang jelas, izinkan kami mengeluarkan pemikiran kami dan biarkan kami bergerak, selama pergerakan kami benar dan dalam batas kewajaran, kami butuh bimbingan bukan tekanan.
izinkan pemikiran kami berkembang.

Selasa, 16 Juni 2009

"yo kita menulis"

kalo ada yang pernah dengar kata2 “mulutmu harimaumu”, mungkin itu memang ada benarnya , salah kata dikiiiit aja dalam pengucapan seseorang, bisa jadi menyebabkan sakit hati yang dalem buangeet.

nah kalo kata-kata dalam pengucapan dg “bahasa bicara” aja yang di ucapkan dengan intonasi yang bervariasi bisa salah arti, apalagi kata-kata yang di ucapkan dengan “bahasa tulis”yang tidak punya intonasi sama sekali???

“bahasa tulis” itu lumayan lebih susah jika di bandingkan dengan “bahasa bicara”,kalo misalnya kita bicara, kita bisa mengontrol emosi orang lain dengan menggunakan intonasi dan gaya bahasa yang kita mainkan, tapi kalo kita menggunakan media tulisan untuk menyampaikan sesuatuu…. ., bisa jadi apa yang kita maksudkan dalam tulisan itu berbeda penafsiran dengan orang lain.

contoh sederhananya aja, kata “ya” bisa jadi beda penafsiran jika di ucapkan dan jika dituliskan.

contoh kasus
1. pembicaraan 2 orang

fulan A: “akh besok qita ada liqa?”
fulan B: “ya”(dengan intonasi biasa).

2. pertanyaan yang sama, tapi via sms

fulan A sms : assalamualaykum akh besok qita ada liqa?.
balasan fulan B: waalaykumsalam ya.

di kasus pertama mungkin si fulan A hampir dipastikan tidak ada masalah dengan jawaban seperti itu, bahkan mungkin tak akan menimbulkan tafsiran yang “bukan-bukan” , tapi kalo di kasus yang ke-2 bisa jadi si fulan A langsung berfikir ” apa fulan B marah ya…., kok jawabannya cuma gitu???”, padahal si fulan B tidak ada maksud marah, tetapi hanya sekedar menjawab pertanyaan dari Fulan A.

nah kalo hanya sekedar kata “ya” bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. .., apa lagi dengan kata-kata yang lain???. makanya yuk belajar menulis, jangan sampai tulisan kita menimbulkan ambiguitas yang bisa menjadikan “tulisan kita harimau kita”, jadikanlah tulisan-tulisan kita sebagai tali ikat yang digunakan untuk mengikat ilmu-ilmu yang kita cari.

“bahasa tulis”juga perlu kita latih, jangan sampai kita hanya pandai bicara tapi tak pandai menulis…, mau di apakan ilmu-ilmu kita(kalo punya-red)?? kan kita ga hidup selamanya… , kalo kita hidup selamanya… , kita bisa selalu menjelaskan sesuatu ke orang lain dengan ucapan-ucapan kita, sehingga semuanya bisa di jelaskan secara terperinci.

jadikan diri kita menjadi generasi yang gemar menulis, bukan generasi yang sia-sia.
generasi yang tak hanya bicara, tetapi menjadi generasi yang selalu ingin menghasilkan suatu karya.